Senin, 19 Desember 2011

Pavlyuchenko: Sepakbola di Rusia Membosankan!

Roman Pavlyuchenko, eks pemain Tottenham Hotspur, kini telah kembali berlabuh ke liga domestik di negara asalnya, Rusia. Tapi, usut punya usut, saat Pav masih bermain di Inggris, Pav sempat curhat soal persepakbolaan di Rusia.Pav juga mengakui jika keputusannya untuk nyambi sebagai politikus dilatarbelakangi karena keprihatinannya melihat perkembangan sepakbola di Rusia.

“Saya tidak ingin berbicara banyak tentang akademi sepakbola dan pelatih-pelatih muda di Rusia. Sebab, itu sangat memalukan!” tegasnya seperti yang dikutip The Sun. “Ketika saya masih anak-anak saya kerap melihat para pelatih muda datang ke tempat latihan dalam keadaan mabuk! Itulah sebabnya, saya putuskan untuk ikut pemilu. Saya berhasrat membangun akademi sepakbola sendiri dan menjalankannya dengan benar,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Pavlyuchenko mengungkapkan kekecewaannya terkait persepakbolaan di Rusia. “Yang paling saya benci dari sepakbola di Rusia adalah kondisi lapangannya. Di musim panas sih, rumputnya masih oke. Tapi, di lain musim, (kondisinya) benar-benar mengerikan,” tuturnya enteng.

Lalu, “Stadion pun terasa sepi (tidak banyak yang menonton). Kualitas siaran televisi benar-benar buruk. Menonton pertandingan lewat layar televisi membuat saya tersiksa. Tidak ada siaran ulang jika gol terjadi. Lagipula, membosankan menjelang digelarnya satu pertandingan, kami harus terbang selama sembilan jam,” tandas Pavlyuchenko.

Nama Pavlyuchenko—bersama rekannya di Timnas Rusia, Andrei Arshavin—mulai menjadi pembicaraan publik setelah skuad asuhan Guus Hiddink berhasil melaju ke babak semifinal Euro 2008 lalu.

Pav juga bercerita, bahwa selama berada di Inggris, ia sempat mengkhawatirkan soal daya adaptasi keluarganya dengan kehidupan di Inggris. Tapi, baginya kendala tersulit adalah masalah bahasa. Tak heran jika Pavlyuchenko giat belajar berbahasa Inggris. 

“Lima kali dalam seminggu saya belajar bahasa Inggris. Sedikit-sedikit akhirnya saya mulai bisa menggunakannya. Namun, kalau di jalan saya bercakap-cakap (dengan bahasa Inggris) banyak orang yang jadi bingung,” katanya sembari menegaskan tidak menyesal dengan keputusannya bergabung bersama Spurs. “Saya sama sekali tidak menyesal. Kami memiliki stadion yang selalu penuh saat bertanding. Rumputnya pun enak untuk dipakai,” pungkasnya.

Nah, itu dia curhatan Pav saat menjadi pemain ekspatriat di Inggris. Sekarang ketika Pav sudah pulang kampung untuk bermain di Liga Primer Rusia, adakah perubahan yang terjadi dalam persepakbolaan Rusia? Semoga saja seiring dengan berjalannya waktu, sepakbola Rusia selalu mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar